PERATURAN DIREKTUR
JENDERAL PAJAK
NOMOR : PER - 02/PJ/2012
TENTANG
PENGGOLONGAN KUALITAS PIUTANG PAJAK DAN CARA
PENGHITUNGAN PENYISIHAN PIUTANG PAJAK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Menimbang :
- bahwa untuk penyajian aset berupa piutang pajak di neraca
dengan
nilai bersih yang dapat direalisasikan (net realizable value),
perlu membentuk penyisihan piutang pajak tidak tertagih;
- bahwa untuk membentuk penyisihan piutang pajak tidak
tertagih, perlu menggolongkan kualitas piutang pajak;
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf
a, huruf b, dan dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 5
ayat
(2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 201/PMK.06/2010
tentang Kualitas
Piutang Kementerian Negara/Lembaga dan Pembentukan Penyisihan Piutang
Tidak Tertagih, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal
Pajak
tentang Penggolongan Kualitas Piutang Pajak dan Cara
Penghitungan
Penyisihan Piutang Pajak;
Mengingat :
- Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983
Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3262)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009
Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4999);
- Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan
Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997
Nomor
42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3686)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2000
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 129,
Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3987);
- Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47,
Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
- Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan
Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah (Lembaran Negara
Republik
Indonesia Tahun 2006 Nomor 25, Tambahan Lembaran
Negara Republik
Indonesia Nomor 4614);
- Peraturan
Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007
Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4797);
- Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar
Akuntansi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2010 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5165);
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 201/PMK.06/2010
tentang Kualitas
Piutang Kementerian Negara/Lembaga dan Pembentukan Penyisihan Piutang
Tidak Tertagih (lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 565);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PENGGOLONGAN KUALITAS PIUTANG
PAJAK DAN CARA PENGHITUNGAN PENYISIHAN PIUTANG PAJAK.
Pasal 1
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini yang dimaksud dengan:
- Piutang Pajak adalah piutang yang timbul atas pendapatan
pajak
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang perpajakan, yang belum dilunasi
sampai dengan akhir periode laporan.
- Penyisihan Piutang Pajak Tidak Tertagih adalah cadangan
yang
harus dibentuk sebesar persentase tertentu dari akun piutang
pajak
berdasarkan penggolongan kualitas piutang pajak.
- Kualitas Piutang Pajak adalah hampiran atas ketertagihan
piutang
pajak yang diukur berdasarkan kepatuhan membayar kewajiban
oleh
Penanggung Pajak.
- Laporan Keuangan adalah bentuk pertanggungjawaban
pemerintah atas
pelaksanaan APBN berupa Laporan Realisasi Anggaran (LRA),
Neraca,
Laporan Arus Kas (LAK) dan Catatan atas Laporan Keuangan.
- Tanggal Laporan Keuangan adalah tanggal 30 Juni untuk
penyusunan
Laporan Keuangan Semesteran atau tanggal 31 Desember untuk
penyusunan Laporan Keuangan Tahunan.
- Barang adalah tiap benda atau hak yang dapat dijadikan
jaminan piutang pajak.
- Barang Sitaan adalah barang Penanggung Pajak yang dijadikan
jaminan piutang pajak sesuai dengan hasil penyitaan yang
dilakukan
oleh Jurusita Pajak.
- Agunan adalah barang yang diserahkan oleh Wajib Pajak
sebagai
jaminan dalam rangka permohonan angsuran atau penundaan
pembayaran
utang pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
- Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang
bertanggung
jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan
hak
dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pasal 2
(1) |
untuk
tujuan penyusunan Laporan Keuangan, Kepala Kantor Pelayanan Pajak wajib
melakukan penilaian atas Kualitas Piutang Pajak berdasarkan
kondisi Piutang Pajak pada Tanggal Laporan Keuangan untuk
membentuk Penyisihan Piutang Pajak Tidak Tertagih. |
(2) |
Kepala
Kantor Pelayanan Pajak wajib memantau dan mengambil langkah-langkah
yang diperlukan agar Piutang Pajak yang telah disisihkan
senantiasa dapat direalisasikan. |
Pasal 3
(1) |
Kualitas
Piutang Pajak digolongkan menjadi kualitas lancar, kualitas kurang
lancar, kualitas diragukan dan kualitas macet. |
(2) |
Piutang
Pajak digolongkan dalam kualitas lancar apabila:
- belum jatuh tempo;
- telah jatuh tempo tetapi belum diberitahukan Surat
Paksa; atau
- telah
diterbitkan Surat Keputusan Persetujuan Angsuran/Penundaan Pembayaran
Pajak dan belum melewati batas waktu angsuran/penundaan dalam
surat
keputusan tersebut.
|
(3) |
Piutang
Pajak digolongkan dalam kualitas kurang lancar apabila:
- telah
diterbitkan Surat Keputusan Persetujuan Angsuran/Penundaan
Pembayaran Pajak tetapi telah melewati batas waktu
angsuran/penundaan
dalam surat keputusan tersebut;
- telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus;
- telah diberitahukan Surat Paksa; atau
- telah
dilaksanakan penyitaan dengan jumlah keseluruhan nilai Barang Sitaan
yang tercantum dalam Berita Acara Pelaksanaan Sita lebih dari
25% (dua
puluh lima persen) dari jumlah keseluruhan piutang pajak yang
menjadi
dasar penyitaan yang tercantum dalam Berita Acara Pelaksanaan
Sita.
|
(4) |
Piutang
Pajak digolongkan dalam kualitas diragukan apabila:
- telah
dilaksanakan penyitaan dengan jumlah keseluruhan nilai Barang Sitaan
yang tercantum dalam Berita Acara Pelaksanaan Sita sampai
dengan 25%
(dua puluh lima persen) dari jumlah keseluruhan piutang pajak
yang
menjadi dasar penyitaan yang tercantum dalam Berita
Acara Pelaksanaan
Sita;
- sedang diajukan keberatan atau banding;
- Wajib Pajak Non Efektif (NE);
- hak
penagihannya belum daluwarsa tetapi memenuhi syarat untuk dihapuskan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan dan
belum diusulkan untuk dihapuskan.
|
(5) |
Piutang
Pajak digolongkan dalam kualitas macet apabila:
- hak penagihannya telah daluwarsa; atau
- hak
penagihannya belum daluwarsa tetapi memenuhi syarat untuk dihapuskan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang
perpajakan dan
telah diusulkan untuk dihapuskan.
|
(6) |
Dalam
hal Piutang Pajak yang tercantum dalam Berita Acara Pelaksanaan Sita
terdiri lebih dari satu dasar penagihan pajak, terhadap
Piutang
Pajak yang tercantum dalam Berita Acara Pelaksanaan
Sita tersebut berlaku Kualitas Piutang Pajak yang sama. |
Pasal 4
(1) |
Penyisihan
Piutang Pajak Tidak Tertagih ditetapkan sebesar:
- 5‰ (lima permil) dari piutang pajak dengan
kualitas lancar;
- 10%
(sepuluh persen) dari Piutang Pajak dengan kualitas kurang lancar
setelah dikurangi dengan nilai Agunan atau dengan nilai Barang
Sitaan;
- 50%
(lima puluh persen) dari Piutang Pajak dengan kualitas diragukan
setelah dikurangi dengan nilai Agunan atau dengan nilai Barang
Sitaan;
dan
- 100% (seratus persen) dari Piutang Pajak dengan
kualitas macet
setelah dikurangi dengan nilai Agunan atau dengan nilai Barang
Sitaan.
|
(2) |
Agunan
atau Barang sitaan yang mempunyai nilai di atas Piutang Pajak
diperhitungkan sama dengan sisa Piutang Pajak. |
(3) |
Nilai
Agunan yang diperhitungkan sebagai pengurang dalam pembentukan
Penyisihan Piutang Pajak Tidak Tertagih sebagaimana dimaksud
pada ayat
(1) ditetapkan sebesar:
- 100% (seratus persen) dari Agunan berupa
surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, surat
berharga
negara, garansi bank, tabungan dan deposito yang diblokir
pada bank,
emas dan logam mulia;
- 80% (delapan puluh persen) dari nilai hak
tanggungan atas tanah bersertifikat hak milik (HM) atau hak
guna
bangunan (HGB) berikut bangunan di atasnya;
- 60% (enam puluh persen)
dari Nilai Jual Objek Pajak atas tanah bersertifikat hak milik (HM),
hak
guna bangunan (HGB), atau hak pakai, berikut bangunan di
atasnya yang tidak diikat dengan hak
tanggungan;
- 50% (lima puluh persen) dari Nilai Jual Objek Pajak
atas
tanah dengan bukti kepemilikan bukti kepemilikan berupa Surat
Girik
(letter C) atau bukti kepemilikan non sertifikat lainnya
yang dilampiri Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT)
terakhir;
- 50%
(lima puluh persen) dari nilai hipotik atas pesawat udara dan kapal
laut dengan isi kotor paling sedikit 20 (dua puluh) meter
kubik;
- 50% (lima puluh persen) dari nilai jaminan fidusia
atas kendaraan bermotor; dan
- 50%
(lima puluh persen) dari nilai atas pesawat udara, kapal laut, dan
kendaraan bermotor yang tidak diikat sesuai ketentuan yang
berlaku dan
disertai bukti kepemilikan.
|
(4) |
Nilai
Barang Sitaan yang diperhitungkan sebagai pengurang dalam
pembentukan Penyisihan Piutang Pajak Tidak Tertagih
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebesar.
- 100% (seratus persen)
dari Agunan berupa surat berharga yang diterbitkan oleh
Bank Indonesia,
surat berharga negara, garansi bank, tabungan dan deposito yang
diblokir pada bank, emas dan logam mulia;
- 60% (enam puluh persen)
dari Nilai Jual Objek Pajak atas tanah bersertifikat hak milik
(HM), hak guna bangunan (HGB), atau hak pakai, berikut
bangunan di
atasnya;
- 50% (lima puluh persen) dari Nilai Jual Objek Pajak
atas tanah
dengan bukti kepemilikan bukti kepemilikan berupa Surat Girik
(letter C) atau bukti
kepemilikan non sertifikat lainnya yang dilampiri
Surat Pemberitahuan
Pajak Terhutang (SPPT) terakhir; dan
- 50% (lima puluh persen) dari nilai atas pesawat
udara, kapal laut, dan kendaraan bermotor yang disertai bukti
kepemilikan.
|
(5) |
Agunan
selain yang dimaksud pada ayat (3) dapat diperhitungkan sebagai faktor
pengurang dalam pembentukan Penyisihan Piutang Pajak Tidak
Tertagih setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan. |
(6) |
Barang
sitaan selain yang dimaksud pada ayat (4) tidak diperhitungkan sebagai
faktor pengurang dalam pembentukan Penyisihan Piutang Pajak
Tidak
Tertagih. |
Pasal 5
(1) |
Nilai
agunan atau Barang Sitaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3)
huruf g dan Pasal 4 ayat (4) huruf d bersumber dari nilai yang
dikeluarkan oleh instansi yang berwenang. |
(2) |
Dalam
hal sumber nilai Agunan atau Barang Sitaan sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) tidak diperoleh, Agunan atau Barang Sitaan tidak
diperhitungkan sebagai faktor pengurang Penyisihan Piutang
Pajak Tidak Tertagih. |
Pasal 6
(1) |
Pembentukan
Penyisihan Piutang Pajak Tidak Tertagih disajikan per jenis pajak. |
(2) |
Nilai
Agunan atau Barang Sitaan dikurangkan dari masing-masing dasar
penagihan pajak secara proporsional. |
Pasal 7
Cara penghitungan Penyisihan Piutang Pajak Tidak Tertagih adalah
sebagaimana ditetapkan dalam lampiran Peraturan Direktur Jenderal Pajak
ini yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini.
Pasal 8
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku maka
tata cara penggolongan kualitas piutang pajak dan cara penghitungan
penyisihan piutang pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 9
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku untuk penyusunan
Laporan Keuangan Tahunan Tahun Anggaran 2011.