Rabu, 06 Juni 2012

Pajak Pertambahan Nilai


Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Dalam bahasa Inggris, PPN disebut Value Added Tax (VAT) atau Goods and Services Tax (GST). PPN termasuk jenis pajak tidak langsung, maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung.
Mekanisme pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN ada pada pihak pedagang atau produsen sehingga muncul istilah Pengusaha Kena Pajak yang disingkat PKP. Dalam perhitungan PPN yang harus disetor oleh PKP, dikenal istilah pajak keluaran dan pajak masukan. Pajak keluaran adalah PPN yang dipungut ketika PKP menjual produknya, sedangkan pajak masukan adalah PPN yang dibayar ketika PKP membeli, memperoleh, atau membuat produknya.
Indonesia menganut sistem tarif tunggal untuk PPN, yaitu sebesar 10 persen. Dasar hukum utama yang digunakan untuk penerapan PPN di Indonesia adalah Undang-Undang No. 8/1983 berikut revisinya, yaitu Undang-Undang No. 11/1994 dan Undang-Undang No. 18/2000.

A. Latar Belakang Penggantian Pajak Penjualan dengan Pajak Pertambahan Nilai
Pajak Penjualan yang pemungutannya berdasarkan Undang Undang nomor 35tahun 1953, sejak tanggal 1 April 1985 telah diganti oleh Pajak Pertambahan Nilaiyang pemungutannya didasarkan pada Undang Undang nomor 8 tahun 1983.Latar belakang penggantian tersebut adalah karena PPn mempunyaikelemahan sebagai berikut :

Apabila diperhatikankonsiderans UU PPN 1984, latar belakang secara yuridis penggantian PPn dengan PPN, system pemungutan pajak penjualan
  1. Tidak sesuai dengan tingkat pertumbuhan ekonomi dan kehidupan social masyarakat Indonesia
  2. Belum bisa menggerakkan peran serta semua lapisan pengusaha kena pajak dalam meningkatkan pendapatan Negara
  3. Tidak sesuai sebagai saran untuk menunjang kebutuhan pembangunan
  4. Negara Republik Indonesia yang berdasarkan hukum menempatkan perpajakan sebagai perwujudan kewajiban setiap Negara yang merupakan saran pera serta dalam pembiayaan Negara dan pembangunan nasional.
  5. Tidak netral terhadap pola konsumsi dalam negeri.
  6. Tidak netral dalam perdagangan dalam negeri.
  7. Tidak mendukung persaingan dalam dunia perdagangan internasional
B. Karakteristik PPN

a.       PPN merupakan pajak tidak langsung.
Ditinjau dari sudut pandang ekonomi, beban pajak dialihkan kepada pihak lain,yaitu pihak yang mengkonsumsi barang atau jasa yang menjadi objek pajak.Sedangkan ditinjau dari sudut pandang yuridis, tanggung jawab pembayaran pajak kepada kas negara tidak berada ditangan pihak yang memikul beban pajak.


b.      Pajak Objektif.
Sebagai pajak objektif, timbulnya kewajiban untuk membayar PPN ditentukanoleh adanya objek pajak. Kondisi subjektif subjek pajak tidak ikut menentukan.PPN tidak membedakan antara konsumen berupa orang atau badan, antarakonsumen yang berpenghasilan tinggi dengan yang rendah. Jika merekamenggunakan barang atau jasa dari jenis yang sama diperlakukan sama.

c.       Multi Stage Levy Tax.
PPN yang dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi maupun jalurdistribusi. Setiap penyerahan barang yang menjadi objek PPN mulai dari tingkatpabrik(manufaktur) kemudian ditingkat pedagang besar (wholeseller) dalam berbagai bentuk atau nama sampai dengan tingkat pedagang pengecer (retailer)dikenakan PPN.


d.      Mekanisme Pemungutan PPN Mengunakan Faktur Pajak.Setiap penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, Pengusaha KenaPajak yang bersangkutan diwajibkan untuk membuat Faktur Pajak sebagai buktipemungutan pajak. Bagi pembeli, importir, atau penerima jasa merupakan buktipembayaran pajak. Berdasarkan faktur pajak inilah akan dihitung jumlah pajak terutang dalam satu masa pajak, yang wajib dibayar ke kas negara.

e.       PPN adalah Pajak atas Konsumsi Umum Dalam Negeri.
Sebagai Pajak atas konsumsi umum dalam negeri, PPN hanya dikenakan ataskonsumsi Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan didalamnegeri.

f.       Pajak Pertambahan Nilai Bersifat NetralDalam mekanisme pemungutannya, PPN mengenal dua prinsip, yaitu :
♦ Prinsip tempat asal, mengandung pengertian bahwa PPN dipungut di tempatasal barang atau jasa yang akan dikonsumsi.
♦ Prinsip tempat tujuan, berarti bahwa PPN dipungut di tempat barang atau jasadikonsumsi.Dalam prinsip ini, komoditi impor akan menanggung beban pajak yang samadengan barang produksi dalam negeri. Sebaliknya barang produksi dalam negeriyang akan diekspor tidak dikenakan PPN, karena akan dikenakan PPN di Negara tempat komoditi ekspor tersebut akan dikonsumsi. Supaya daya saing komoditiekspor Indonesia dengan produk domestik negara pengimpor tidak dipengaruhioleh PPN Indonesia masih diperlukan sarana lain berupa pengenaan PPN ataskomoditi ekspor dengan tarif 0 %

g.      Tidak menimbulkan dampak pengenaan Pajak BergandaPajak berganda dapat dihindari karena PPN dipungut atas dasar nilai tambah saja.Keadaan ini berbeda dengan situasi dalam era PPn 1951 yang dalampelaksanaannya, Pengusaha tidak diberi hak untuk memperoleh kembali PPn yangdibayar atas perolehan bahan baku atau barang modal, sehingga PPn yangterutang sepenuhnya merupakan hasil perkalian tarif PPn dengan peredaran bruto.

C. Mekanisme PPN Indonesia
  1. Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP)/Jasa Kena Pajak (JKP) wajib memungut PPN dari pembeli/penerima BKP/JKP yang bersangkutan sebesar 10% dari Harga Jual atau penggantian, dan membuat Faktur Pajak sebagai bukti pemungutannya.
  2. PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut merupakan Pajak Keluaran (Out Put Tax) bagi PKP Penjual BKP/JKP, yang sifatnya sebagai pajak yang harus dibayar (hutang pajak).
  3. Pada waktu PKP di atas melakukan pembelian/perolehan BKP/JKP yang dikenakan PPN, PPN tersebut merupakan Pajak Masukan (In Put Tax), yang sifatnya sebagai pajak yang dibayar di muka, sepanjang BKP/JKP yang dibeli tersebut berhubungan langsung dengan kegiatan usahanya.
  4. Untuk setiap masa pajak (setiap bulan), apabila jumlah Pajak Keluaran lebih besar dari pada Pajak Masukan, maka selisihnya harus disetor ke Kas Negara selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya. Dan sebaliknya, apabila jumlah Pajak Masukan lebih besar dari pada Pajak Keluaran, maka selisih tersebut dapat diminta kembali (restitusi) atau di kompensasi ke masa pajak berikutnya.
  5. Pengusaha Kena Pajak di atas wajib menyampaikan Laporan Perhitungan PPN setiap bulan (SPT Masa PPN) ke Kantor Pelayanan Pajak terkait selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya.

Contoh :
.
Pada bulan September 2002, PT ABADI melakukan penyerahan BKP sebesar Rp 100 Milyar, PPN yang dipungut sebesar 10% atau Rp 10 Milyar. Pembelian BKP/JKP yang dilakukan PT ABADI adalah Rp 80 Milyar, sehingga PPN yang dibayar atas pembelian BKP/JKP tersebut sebesar 10 % dari 80 Milyar atau Rp 8 Milyar.



Penghitungan dan pengkreditan PPN yang dilakukan PT ABADI untuk Masa Pajak September 2002 adalah:

Pajak Keluaran
Rp
10 Milyar

Pajak Masukan
Rp
8 Milyar







PPN Kurang bayar
Rp
2 Milyar

D. Dasar Hukum PPN & PPn BM

UU      : UU No. 18 TAHUN 2000 tentang perubahan kedua atas UU NO. 8 TAHUN 1983 tentang PPN & ppn BM


PP        :
- No. 143 Th. 2000 tentang pelaksanaan UU PPN tahun 2000
              - No. 144 Th. 2000 tentang jenis barang dan jasa yg tdk dikenakan PPN.
              - No. 145 Th. 2000 tentang kelompok BKP yg tergolong mewah yang dikenakan
                PPnBM
              - No. 146 Th. 2000 tentang impor/penyerahan BKP & JKP tertentu yang dibebaskan
                dari PPN

KMK  : KMK No. 547 s.d. 554 & 567 s.d 570, 575 Tahun 2000 & KMK No. 10, 11, 50 Tahun 2001

Kep. DJP : Kep DJP No. 522 s.d. 526 & 539, 540, 546, 549 Thn 2000


E. Sistematika UU PPN


a. BAB I KETENTUAN UMUM
·         Pasal 1 Pengertian
·         Pasal 1A Ruang Lingkup Penyerahan Barang Kena Pajak
·         Pasal 2 Transaksi Hubungan Istimewa
b.   BAB II PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK
·         Pasal 3 Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
c.    BAB IIA KEWAJIBAN MELAPORKANUSAHA DAN KEWAJIBAN MEMUNGUT,MENYETOR DAN MELAPORKANPAJAK YANG TERUTANG
  • Pasal 3A Pengusaha Kena Pajak,Pengusaha Kecil, BKP tida berwujud danJKP dari Luar Daerah Pabean
d.   BAB III OBJEK PAJAK
  • Pasal 4 Obyek Pajak Pertambahan Nilai
  • Pasal 4A Jenis Barang dan Jasa tidak Kena Pajak
  • Pasal 5 Obyek PPnBM
  • Pasal 5A Retur Penjualan/Pembelian
  • Pasal 6 (dihapus)
e.    BAB IV TARIF PAJAK DAN CARAMENGHITUNG PAJAK
  • Pasal 7 Tarif Pajak Pertambahan Nilai 
  • Pasal 8 Tarif PPnBM
  • Pasal 8A Cara Menghitung PPN
  • Pasal 9 Pajak Masukan dan Pajak Keluaran
  • Pasal 10 Cara Menghitung PPnBM
f.    BAB V SAAT DAN TEMPAT TERUTANG DANLAPORAN PENGHITUNGAN PAJAK
  • Pasal 11 Saat Terutang Pajak
  • Pasal 12 Tempat Terutang Pajak 
  • Pasal 13 Faktur Pajak
  • Pasal 14 Larangan Membuat Faktur Pajak
  • Pasal 15 (dihapus)
  • Pasal 15a Jangka Waktu Penyetoran Pajak dan Penyampaian SPT Masa
  • Pasal 16 ((dihapus)

g.   BAB V A KETENTUAM KHUSUS
  • Pasal 16A Pemungut PPN
  • Pasal 16B Fasilitas Pajak
  • Pasal 16C Kegiatan membangun sendiri 
  • Pasal 16D PPN atas Penyerahan Aktiva YangMenurut Tujuan semula Tidak Untuk Diperjualbelikan
  • Pasal 16E Permintaan Kembali PPN dan PPnBM
  • Pasal 16F Tanggung Jawab Renteng Pembayaran Pajak
h.   BAB VI KETENTUAN LAIN-LAIN
·         Pasal 17 Tata Cara Pemungutan (lex specialist)
i.     BAB VII KETENTUAN PERALIHAN
  • Ketentuan peralihan
j.     BAB VIII KETENTUAN PENUTUP
  • Pasal 19 Ketentuan tentang peraturan pelaksanaan
  • Pasal 20 Nama UU PPN 1984
  • Pasal 21 Mulai Berlaku UU PPN


0 komentar:

Posting Komentar